Ini tentang kisahku. Bukan kisah orang lain. Kisah yang
simpel, yang begitu sederhana namun sulit untuk ku ungkapkan. Begitu banyak
kata-kata yang berputar di dalam kepalaku. Membuat kepalaku sakit. Aku ingin
bercerita, namun tak ada seorang pun di dunia ini perduli padaku. Aku seorang
introvert akut. Tak ada yang tak menyukaiku. Semua menyesali keberadaanku. Aku
sampah.
Namun, itu semua bukan karena aku orang jahat. Aku orang
yang baik-baik. Aku suka tersenyum dan pintar. Aku suka kebebasan. Namaku saja
memiliki makna bebas. Feyna Wolkov Agnessa. Aku hidup bebas. Bebas hidup. Di dalam
sudut hatiku aku adalah setan yang pembangkang.
Yah meski ku akui. Tak ada satupun orang yang menyukaiku.
Aku tetap memiliki perasaan suka, kagum, sayang bahkan cinta untuk seseorang.
Ya karena aku penyendiri, yang mereka-orang lain-tahu hanyalah aku yang hanya
cinta kepada diri sendiri. Seperti kutipan novel Katzenjammer1 Aku
adalah orang yang selalu hanya peduli pada diriku sendiri dan
pikiran-pikiranku. Ya aku akui itulah aku.
Untuk diriku yang seorang introvert, kalian akan
menjudge-ku akan peduli pada diri sendiri. Kalian memang benar-tapi kalian
salah besar. Aku mempunyai kekasih. Ada seorang yang peduli padaku. Hahaha
kalian akan mengejekku? So, Silahkan. Aku tidak peduli. Toh, aku hanya
peduli pada diriku sendiri.
Namanya Abel. Nama lengkapnya Abel Kamenev Alan,bermakna seorang
tampan yang ambisius. Dia adalah laki-laki berumur 10 bulan lebih tua dariku.
Aku sangat bahagia atas kehadirannya dalam kehidupanku. Dia yang mengajariku
bahwa kehidupan bukan hanya untuk disesali melainkan untuk di jalani. Uhh aku
menyetujuinya, dan selain itu dia juga seorang laki-laki yang sexy
karena bentuk badan yang berisi. Serta jika ia sedang berkeringat, bagian dahi,
pelipis, dan tengkuknya basah, aku merasa itulah tingkat ke-sexy-an
tertinggi yang dimiliki kekasihku itu.
Awal jumpaku dengannya yaitu ketika ia menjadi kakak
kelasku. Aku ditingkat tahun pertama dan dia ditingkat tahun kedua. Sewaktu itu
pulang sekolah aku berjalan sendirian menuju tempat penitipan sepeda.
“Akh, dyelmo2! Kenapa rantai tua ini
tidak bisa terbuka?! Aih!!” umpatku sambil mendecak kesal melihat rantai besi
yang mengikat sepeda miniku. “Apa yang harus kulakukan?! Ayolah, terbuka, aku
ingin segera sampai rumah.” umpatku lagi menahan air mata yang membendung di
pelupuk mataku.
Tiba-tiba aku merasa pundakku disentuh seseorang, aku
kaget dan melonjak. Aku takut itu adalah makhluk halus yang akan menggigitku, membuat
bulu kudukku berdiri. Ketika aku menoleh dia bersuara, “Kau kenapa?” Akh
ternyata masih manusia. Dan aku tak mengenal dia. “Anu, rantai sepeda saya
tidak bisa terbuka. Senior bisa membantuku untuk membukanya?” ucapku tanpa
pikir panjang. Saat itu yang ada dipikiranku adalah pulang kerumah dan tidur
tenang. Dia menganggukkan kepala dan tanpa basa-basi ia segera melihat rantai
sepedaku dan mengambil batu untuk membukanya. Selang beberapa menit-mungkin
tujuh menit-akhirnya ia berhasil membukanya. Dia berkeringat dan otakku
berimajinasi. Setelah membukanya ia berdiri dan aku segera mengucapkan
terimakasih.
Beberapa detik setelah aku mengucapkan terimakasih,
datanglah seorang gadis-yang lebih cantik dariku-memeluk lengan kanan orang
yang menolongku. “Hei, Abel!!” otomatis kami berdua-aku dan orang yang
menolongku-menengok ke sumber suara (cempreng) itu. Kulihat orang yang
dipanggil Abel itu tersenyum ke arah gadis-bersuara cempreng-yang memanggilnya
“Oh Klara! Ada apa menemuiku?” sepertinya kedua orang ini akan berbincang lebih
baik aku rapihkan dulu bekas rantai yang berserakan.
“Aku ikut pulang denganmu ya? Aku traktir Aspic3.
Aku janji” aku tak ingin ikut campur dengan urusan mereka dan lagi pula aku sudah
berterimakasih kepada senior yang telah membantuku itu. Karena di tempat itu
hanya ada aku, Abel (senior yang membantuku), dan Klara (senior-sepertinya-yang
meminta pulang bersama Abel) dan ratusan sepeda, aku bisa menguping bahwa
mereka akan segera meninggalkan tempat itu, dan sebelum mereka berdua-khususnya
Abel-meninggalkan tempat itu, Abel mengucapkan sebuah kata yang membuat darahku
bergelombang pelan.
“Aku duluan ya.” suaranya pelan diikuti lekukan sudut
bibirnya yang terlihat (ukh) manis. Tanpa sadar aku mengucapkan kata yang tidak
seharusnya ku katakan, “Ya, hati-hati senior.”, aku bisa melihat Klara
memandang sinis kepadaku dan berbisik(namun dapat kudengar) “Kau mengenalnya?”
dan setelah itu aku tak dapat balasan dari Abel karena mereka sudah jauh dari
hadapanku.
Sehari setelah itu, aku terus mengingat tiga point
tentangnya. Dia seorang senior, namanya Abel, dan dia baik. Selama pelajaran di
mulai, aku sama sekali tidak perduli apapun yang diucapkan oleh guruku.
Sia-sia. Yang ada dipikiranku sekarang ini hanya dia ‘Abel si senior yang
baik’. Aku sedikit merasa pusing, karena sejak awal pelajaran dimulai sampai
pulang pun aku terus memikirkannya. Aku sadar, bahwa aku sudah mengurangi rasa
kenarsisanku tentang diriku. Aku mulai menyadari aku peduli padanya. Aku
memikirkannya. Aku ingin dekat dengannya. Aku menyukainya.
Aku sadar bahwa awal pertemuanku dengan Abel hanyalah
sebuah kebetulan yang Tuhan ciptakan dengan indah. Aku menjadi seorang romanser-pencinta
cinta-yang melankonis. Aku menyukainya namun tak ada sedikitpun celah untuk
memilikinya. Uhhhh berlebihan. Aku sering membuka browser dan sering mengetik
artikel yang berjudul ‘Cinta Tak Terbalas’, begitu menyedihkannya diriku.
Apalagi setelah aku mengetahui 3 point lagi tentangnya, seorang playboy, tenar
dan calon teknisi hebat. Untuk point ke tiga aku masih menerimanya, point kedua
yah mungkin sudah saatnya aku mengundurkan diri dan point ketiga menandakan
bahwa Abel adalah lelaki pencinta wanita sejati. Tapi aku tak begitu
mempermasalahkannya, dan bagiku yang penting adalah; pertama, aku harus
berkenalan dengannya. Aku tak peduli jika aku ditolak, toh aku tak peduli
dengan siapapun di dunia ini.
Setelah mendekati intel yang dekat dengannya, aku
mendapatkan nomor ponselnya. Dan langsung saja ku simpan di kontak telepon di
ponselku. Begitu lama aku memandangi 12 digit nomornya, entah kenapa di dalam
dadaku aku merasa sesak dan kepalaku pusing. Aku lelah dan akhirnya aku
tertidur. Keesokannya aku memberanikan diri untuk menyapanya dengan mengiriminya
chat.
Selamat pagi! Semoga
harimu menyenangkan~
Pesan terkirim. Aku tersenyum dan kupingku memanas dan
kakiku terasa lemas. Aku ingin berteriak, tapi aku tak punya kemampuan untuk
melakukannya saking lemasnya kakiku. Dadaku semakin berdebar ketika ponselku
berdering setelahnya. Aku membukanya dengan menutup mata. Saat kulihat, benar
ternyata dari kontak Abel langsung saja aku membukanya.
Siapa ini?
Dua kata. Hanya dua kata
yang membuatku semakin gemetar. Dua kata yang membuat kepalaku pusing untuk
menemukan jawabannya. Aku berpikir lama sampai kepalaku benar-benar sakit, dan
aku mencoba berbaring di tempat tidurku berharap ada ide untuk membalas dua
kata itu. Namun selang beberapa menit, aku tertidur.
Sekitar 1 bulan berlalu
sejak aku tidak membalas pesan yang ia kirim padaku. Aku lupa. Dan saat itu
untuk kedua kalinya aku bertemu dengannya, saat classmeeting. Saat itu aku ikut
menjadi panitia pembantu dalam acara classmeeting. Aku menjaga di perlombaan
tarik tambang. Saat kulihat siapa saja yang lomba, ternyata ada yang bernama
Abel disitu, hanya satu dari 60 orang yang akan mengikuti perlombaan itu.
Saat kelas Abel bermain,
aku dapat melihat Abel di deretan kedua. Putaran pertama kelas Abel menang,
putaran kedua kalah dan putaran ketiga menang lagi. Kelas Abel masuk ke
pertandingan selanjutnya. Namun setelah selesai bermain, bisa terlihat para
pemain kesakitan, aku segera menghampiri Abel. Yeah~Its my chance to catch
your attention. “Senior, kemarikan tangannya, aku akan mengobatinya” ucapku
mengambil langkah pertama, tanpa babibu dia memberikan tangannya padaku. Akh
sepertinya ia tidak mengenalku. Tapi setelah mengobati luka di tangannya dia
terlihat memperhatikanku, dan aku sedikit gelisah, namun aku mengambil lagi
lagi “Senior, yang waktu itu menolongku ya?” dia terlihat berpikir sejenak
“Oh...kau yang rantainya macet itu? Oh iya aku ingat. Terimakasih obatnya. Aku
duluan ya....”. Cih!. Apa-apaan itu!!. Ck. Lelaki sombong.
Selang beberapa minggu,
aku masih terus memikirkannya. Aku selalu memikirkan cara untuk selalu dekat
dengannya. Tapi pelajaran-pelajaran sial ini mengangguku. Aku ingat ketika, aku
berjalan sendirian di lorong kelas tahun kedua. Aku melewati kerumunan siswa
laki-laki yang sedang bolos dari pelajaran dikelasnya-sekitar 5 orang-tanpa
mempedulikan itu, aku berjalan santai saja. Tapi sebelum benar-benar melewati
kerumunan itu aku merasa namaku terpanggil “Feyna!” aku langsung membalikkan
badanku, dan aku bisa melihat 5 siswa itu memandangku dan salah satu dari
kerumunan itu ada dua orang yang ku kenal. Pertama, Dimitri, tetanggaku yang
sering meledekku karena aku sering menangis di jendela kamarku , lalu yang
kedua, Abel, senior tampan yang tidak baik hati-menurutku-.
“Ada apa Dimitri?”
ucapku sambil menggulung mata ke atas dan berusaha kabur dari panggilan Dimitri
karena aku tahu setiap dia melihatku dia akan meledekku dengan panggilan ‘Feyna
cengeng’ tapi untungnya tadi dia tidak memanggilku dengan sebutan itu.
“Kemarilah, kami butuh bantuanmu” ucapnya serius di tandai dengan sorotan siswa
yang lain. Tanpa ku kehendaki, kakiku berjalan ke arah mereka berlima dan salah
satu dari mereka-bukan Abel maupun Dimitri-bertanya padaku.
“Kau kelas bahasa?”
ucapnya dan aku mengangguk pelan. “Sudahlah...tanya langsung saja Viktor” ucap
Abel kepada orang yang dia panggil Viktor. Aku sempat berinteraksi dengan
pikiranku sendiri, oh orang ini bernama Viktor, lumayan tampan. Dia mendekatkan
diri padaku dan menunjukkan ke arah kerumunan gadis-gadis-yang ku ketahui
adalah teman sekelasku-yang sedang tertawa kencang. Uhh aku membenci mereka.
“Kau kenal dengan dia yang memakai jepitan berwarna hijau?” dan lagi aku hanya
mengangguk. Mereka berlima terlihat antusias, tapi pikiran dan pupil mataku
hanya tertuju pada Abel. God! Dia tertawa, tanpa sadar aku tersenyum tertawa.
Lalu orang yang bernama Viktor itu kembali bertanya “Nama dia siapa?” seketika
suasana disitu hening menunggu jawaban dariku. Aku menghela napas dan mencoba
mempermainkan kelima siswa genit ini yang mempermasalahkan nama teman sekelasku
yang memang di terkenal dengan kecantikannya. Toh disini banyak orang yang
cantik-kecuali aku-tentunya.
“Kenapa kalian tidak
bertanya langsung saja?”, ucapku sambil tidak mempedulikan mereka dan meninggalkan
mereka, tapi Dimitri-tetanggaku yang bawel-menarikku untuk tetap berada disitu.
“Ayolah Fey, kami janji akan memberikanmu lolipop, 5 buah. Janji!!” aku terdiam
sejenak dan kembali berkomunikasi dengan pikiranku. Aku membayangkan mendapat
lolipop dari Abel. Dengan membayangkannya saja pipi dan kupingku memanas.
“Setuju! Tapi kalian harus memberikanku masing-masing orang memberikanku 1
lolipop.” ancamku kepada kelima seniorku yang secara kurang ajar memaksaku
menjadi intel mereka demi bisa berkenalan dengan Katya.
Aku sadar bahwa selama 3
bulan terakhir ini ternyata aku hanya di manfaatkan. Biasanya aku kesal dan
memberontak. Apalagi si Dimitri-tetanggaku yang bawelnya melebihi ibunya-dan
ketiga temannya (Viktor, Daniil, dan Andrey) yang usil dan genit itu. Aku
menerima kenyataan bahwa aku dimanfaatkan demi bisa menjadi dekat dengan Abel.
Malaikat-ku. Aku menyukainya lebih dari apapun. Dia adalah obsesiku yang selalu
ada dikepalaku. Aku tak dapat menahan untuk tidak memikirkannya. Dia terus
bergerilya di hati, kepala dan nafasku. Sial, aku benar-benar menyukainya.
Bayangkan saja aku sudah
menyimpan 30 lolipop pemberiannya (dari Abel tentunya), dan untuk 120 pemberian
dari Dimitri, Viktor, Daniil dan Andrey sudah ku lenyapkan dalam tubuhku.Aku
merasa bahagia ketika menerima satu persatu lolipop yang diberikan oleh Abel.
Seperti mukjizat.
Kedekatan kami dapat
dihitung di speedometer sekitar 0,1%. Memang walaupun kami-maksudku aku dan
Abel-sama sekali belum pernah berkomunikasi empat mata, dia sering meledekku
‘Feyna cengeng’ dan aku tak sekesal ketika Dimitri mengejekku, bahkan saat
mengejekku Abel melakukannya sambil tersenyum. Aku kesal, sampai-sampai dadaku
sesak karena senyumannya yang begitu hangat seperti sinar fajar di negeri es
ini.
Di suatu sore sekitar
pukul tiga kami berenam kongkong-kongkong4 di caffe kopi
tempat dimana banyak anak muda saling ngobrol dan membicarakan hal-hal tidak
penting. Sejujurnya aku sangat benci melakukan hal nista ini, bergaul dengan
teman-teman. Aku sangat menganggap hal itu menjijikan dan hanya orang bodoh dan
sinting yang mau melakukannya. Tapi karena aku dibutakan oleh Abel, aku rela
menjadi orang bodoh dan sinting. Toh, aku tidak peduli lagi dengan
pemikiran-pemikiran sialku.
“Feyna...kau sangat
kaku. Lihatlah kami semua memiliki style anak muda, dan kau terlihat seperti
ibu-ibu dengan wajah anak-anak.” ucap Dimitri-lelaki yang memiliki mulut
ibu-ibu-di sambung dengan tawa teman-temannya. Aku menunduk malu dan aku
sekilas melirik Abel. Dia hanya tersenyum sambil menyeruput Cappuchino Ice-nya.
Sial! Kenapa ada pangeran sekeren dia berteman dengan para idiot-idiot ini
sih?!. Semakin lama aku ingin menangis karena Dimitri dan Viktor yang
mengungkit-ungkit pakaianku, aku menahan air mataku dan bangkit dari kursiku
untuk melangkah pulang. “Aku pulang.” ketika aku bangkit, mereka terdiam
menatapku. Aku melangkahkan kakiku pergi meninggalkan caffe itu. Tapi beberapa
langkah lagi aku menutup pintu aku merasakan tanganku tertahan, ku kira
tanganku tersangkut lemari tua caffe itu, namun hangat, ternyata ini adalah
tangan dan pemilik tangan ini adalah Abel. “Di luar dingin.” ucapnya , bisa
kurasakan tangannya menggenggam lenganku keras. Rasanya aku ingin menghempaskan
tangannya mengatakan bahwa aku kesakitan dan segera pergi dari situ. “Lagipula
Katya belum datang. Katya bilang ia mau mengikuti ini asal ada kamu, kan. Ayo
kembali lagi” ucapnya sambil mengeraskan genggamannya “Akh,sakit” umpatku
karena genggamannya terlalu keras dan ia melonggarkan genggamannya tanpa
melepas genggamannya.
Tak lama kemudian dari
balik pintu masuklah gadis cantik yang kami tunggu-tunggu dan itu adalah Katya.
“Kalian menungguku disini?” ucapnya tak percaya dengan kehadiran aku dan Abel
didepan pintu caffe. “Bukan. Lihat Katya sudah datang, ayo Katya, Feyna masuk.”
ukhhh kali ini pangeran tampan ini mengundang satu putri cantik dan satu gadis
tunawajah kedalam istananya. Mereka-Abel dan Katya-berjalan beriringan bak
sepasang pangeran dan permaisuri lalu aku mengikuti dibelakang mereka berdua
seperti dayang pengantar yang jelek. Hina sekali sih diriku.
Aku lebih memilih diam,
dan ikut tersenyum kecil mengurangi kecanggungan sang tuan putri dari negeri
kayangan-Katya-yang tampil lebih cantik dari biasanya. Toh kelima laki-laki itu
juga ikut terpana akan sihir yang Katya lempar. Sampailah pada ujung acara
juga, sudah pukul 7 malam, waktunya pulang. Namun, suara cempreng Dimitri
dengan ide bodohnnya menghalangiku untuk segera pulang kerumah.
“Ayo kita bermain Truth
or Dare5! Kita bertujuh bermain! Mulai oke!” tanpa minta
persetujuan dariku-yang memang tidak cocok bersenang-senang. Dimitri memaksaku kami
semua untuk memulainya. Dan sampailah pada giliranku, yang terakhir mendapat
pertanyaan. “Tolong jangan bertanya dengan pertanyaan konyol oke?” eluhku,
jujur aku tak menyukai permainan gila ini “Sudahlah Feyna, kau pilih truth atau
dare?” ucapnya, aku menghabiskan sekitar 27 detik untuk memilih truth, lagipula
melakukan dare di tempat seramai ini aku benci melakukannya.
“Baiklah, dari aku,
bagaimana perasaanmu padaku? Kau menyukaiku kan? Maafkan aku, aku lebih
menyukai Katya yang lebih fashionable dari padamu. Hahaha...” ucapnya konyol,
membuatku ingin meludah tepat didepan mukanya langsung saja ku jawab “Meskipun
aku wanita biasa dan kuno tetap saja, kau bukan tipeku!” tentu saja ucapanku
yang bisa terbilang polos membuat Viktor, Andrey, Daniil, Abel dan Katya
tertawa terpingkal-pingkal, bahkan pangeranku Abel, menunjuk Dimitri dengan
mengulang perkataanku “Hahaha, bahkan kau lebih kuno Dim’s. ‘Kau bukan tipeku’
hahahaha” ucapnya terpingkal-pingkal sambil menahan perutnya dengan tangannya.
Aku tambah menyukainya karena senyuman matanya. Uh betapa sempurna pangeran
ini. Aku ingin memilikinya.
Pertanyaan dari Viktor,
Daniil, Katya sudah ku jawab sekarang tersisa dua penanya terakhir Andrey dan
Abel. Andrey menatapku serius membuatku risih dan ingin menonjok mukanya,
menjijikan. “Feyna, apa sekarang kau sedang menyukai seseorang?” sial, suasana
disini seperti sedang di interogasi oleh kepolisian kota. “Maksudmu?” tanyaku
dan Abel menatapku serius juga, ahhh tampannya pangeran ini, aku ingin
menciummu “Jawab saja Fey, ini adalah permainan kejujuran” , aku tidak dapat
menolakmu. “Baiklah, aku memang sedang menyukai seseorang.” Dim’s yang sedang
menyeruput teh panasnya pun tersedak dengan perkataan konyolku tadi. “Siapa?
Aku?” tanya Dim’s percaya diri, aku bingung dengannya. Ada dua kesimpulan yang
ku dapat, pertama dia memang benar-benar membenciku sehingga mengejekku karena
menyukai wajah konyolnya. Yah walaupun Dimitri idiot, Dimitri tetap tampan, aku
akui itu. Jujur aku tak berbohong. Atau kedua dia benar-benar menyukaiku karena
aku terlalu bodoh dimatanya. “Kau tidak bisa bertanya double Dim’s.” ucap Katya
membelaku “Sudah cukup Andrey! Sekarang giliranmu untuk bertanya pada Feyna...”
kata Katya menatap Abel yang sedang nyengir kuda dengan tampannya yang tak ada
kurangnya.
“Giliranku?” tanyanya
polos. Uhh manisnya aku ingin mengigit bibir tebal pink-nya. “Baiklah aku akan
melanjutkan pertanyaan Andrey. Siapa orang yang sedang kau sukai?” ucapnya
mendapat respon yang kurang baik dari si comel-Dimitri dan si konyol-Viktor.
“Wah...kenapa kali ini kau yang penasaran? Jangan-jangan kau meyukainya juga?”
sindir si duo raja dan menteri raja idiot itu, Abel langsung menggeplak kepala
di raja idiot, “Kepalamu!!” , “Sakit, sialan!” ucap si raja idiot sambil
mengelus kepala yang ditumbuhi rambut kuning-keemasan itu. Ku akui, ucapan duo
idiot itu membuat dadaku berdebar keras. Abel, bisakah kau rasakan getaran
didadaku?
Akhirnya tepat pukul 9
malam kami pulang, dalam perjalanan pulang ke rumah aku bersama Dimitri-si raja
idiot. Dimitri sepertinya benar-benar menyukaiku, buktinya ia memberikan
tangannya untuk menghangatkan tanganku ke dalam saku jaket tebalnya. Yahh
kadang, Dimitri-si idiot memang menyebalkan tapi hari ini aku mendapatkan
kehangatan dari keidiotannya.
Kepalaku masih berpikir
keras, menyesali semua apa yang tadi kukatakan tentang siapa orang yang kusuka.
Awalnya aku hanya mengatakan aku menyukai kakak kelasku, tapi mereka semua
memaksaku untuk menyebutkan segala hal tentangnya. “Lelaki yang kusuka ada
disini. Dia bernama Abel Kamenev Alan. Seorang kakak kelasku. Dia tampan dan
sangat memikat hatiku.” entah kenapa ketika itu aku menjadi seorang yang
terbuka, asik, dan menikmati berkomunikasi dengan orang banyak tanpa
memperdulikan pemikiran sial yang tak bisa ku hentikan sendiri. Aku mengatakan
banyak hal setelah aku mengatakan bahwa aku menyukai Abel, menurutku ini bukan hanya
menjawab pertanyaan, malahan ini lebih dari pernyataan cinta.
“Alasan ku untuk
menyukainya ya pasti ketampanannya tapi itu setelah dia membantuku melepaskan
rantai sepeda(sial)ku waktu itu. Aku harap senior Abel masih mengingatnya...”
uhhh aku masih mengingatnya suasana di sana menjadi canggung. Aku menunduk
dengan kuping dan wajahku memanas serta dadaku yang berdebar kencang, seperti
aku ketergantungan narkoba, lalu Abel yang terlihat aneh dengan semua
pernyataanku, kurasa ia mulai menganggapku aneh dan gila, yah aku tak peduli
Abel, yang ku inginkan hanya kamu. Lalu Katya yang cantik, sepertinya ia juga
menyukai Abel, terlihat sekali saat aku mengatakan aku menyukai Abel, ia
terlihat tidak senang atas perasaanku terhadap Abel, hei! Memangnya kau siapa?
Berani-beraninya tidak menyukai perasaanku yang menyukai Abel?! Cih, mana
peduli sih aku. Lalu Daniil dan Viktor yang mengganggu Abel dengan kata “Uhhh
so sweet. Lihat Abel,ternyata Feyna juga terpana oleh wajah pangeranmu.” Ya
terimakasih telah membantuku, tapi aku merasa dia akan benar-benar menolakku,
uh menyedihkan. Lalu Andrey dan Dimitri yang setelah mendengar bahwa laki-laki
yang aku sukai adalah Abel Kemenev Alan, mereka terlihat murung. Entah mengapa,
toh aku tak peduli dan tak ingin peduli.
Jujur, aku menyesal
telah mengatakan secara langsung siapa orang yang kusuka, orang yang ku kagumi
sedangkan orang yang kusuka dan ku kagumi berada disitu, aku merasa mukaku
dilempar ribuan tomat oleh seluruh sudut hati kecilku, mereka mengatakan “Bodoh
sekali!!”. Memang, setelah mengatakan semua, aku merasa malu dan ingin kejadian
itu hanyalah mimpi belaka. Tidak nyata. Hanya halusinasi biasa yang biasa ku
rangkai sendiri di otakku.
Hari ini aku melihat
pacarku, Abel Kemenev Alan, laki-laki berumur 17 tahun, bertubuh 180-an cm,
putih, berambut kuning-keemasan, bermata eye-smile berwarna hijau, suka
tersenyum, berpostur atletik, suka memainkan ponsel, jarang bicara, juara umum
pelajaran bahasa inggris di sekolah, juara umum pelajaran IT juga, santai dan keren
ahhh baik hati namun sedikit sombong, aku benar-benar, sangat, sungguh
menyukainya dari sudut hatiku terdalam. Aku melihatnya dari jauh, aku hanya
ingin menguasai hati-nya.
Yah aku pacarnya, aku
Feyna Wolkov Agnessa, gadis 16 tahun, 167 cm, berambut cokelat sebahu, bermata
sayu berwarna biru, gadis membosankan, yang gemar membaca buku, menghayal dan
berhalusinasi, memiliki kelainan dari yang lain, tidak peduli, benar-benar menyedihkan,
tak ada satupun yang mengenalku. Aku adalah angin kentut. Ada tapi tak
dipedulikan. Toh, aku yang mulai duluan untuk tak memperdulikan
mereka-manusia-manusia sialan-yang bisanya hanya bersenang-senang.
Sudah cukup, hubungan
kami harus berakhir, toh aku harus mengikuti pelajaran bahasa jerman. Aku
melangkahkan kaki masuk ke kelasku, duduk di pojok belakang, meninggalkan pacar
khayalanku yang tadi berdiri di lorong kelasnya yang dapat kulihat dari lorong
kelasku. Aku mulai menyanyikan lagu dari AKB486 yang sering
kakak-laki-laki ku dengar – Baby Baby Baby
I love you baby baby
baby
My Idol
Such a dazzling sparkly
person
Miracle for me to met
you
So I know, the means of
life
I love you baby baby
baby
I want to hold you
Pouring with the
midsummer shine
We look likes a
sweethearts
Someday, in dream
Ya, kekasih impianku,
kau kekasih dalam mimpi-mimpi indahku : Abel Kamenev Alan
Dari pacarmu yang tak
kau anggap di dunia nyata : Feyna Wolkov Agnessa
Dia, Abel, selalu
menjadi korban khayalanku, mengenai Katya, Klara, Dimitri, Viktor, Daniil dan
Andrey, aku juga tak tahu siapa, mereka hanya tokoh yang ku ciptakan agar kisah
ini tak begitu monoton-hanya kisahku Feyna dan Abel-yang begitu menyedihkan.
Aku begitu menyukai Abel
dari sudut hatiku terdalam, dan lagi semua itu tidak nyata, kecuali saat ia
benar-benar membantuku membuka rantai sepeda(sial)ku. Aku butuh 4 bulan untuk
mengenal Abel dan untuk benar-benar mengagumi Abel. Abel yang sempurna pasti
takkan sudi untuk menulis cerita cinta denganku bukan? Miris, sangat
menyedihkan.
Sudahlah, toh aku tak
peduli dengan kenyataannya bahwa aku memang tak bersama dengan Abel. Yang aku
peduli bahwa aku dan Abel telah menjadi sepasang kekasih di dalam mimpi-mimpi
indahku. Abel, sekali-kali mimpikan aku untuk menjadi kekasihmu ya!
Catatan kaki :
1.
Novel karya Stefani Hid
yang terbit tahun 2012 tentang psikologis
2.
Memiliki arti ‘Sialan’
dalam bahasa Rusia
3.
Makanan penutup khas
Rusia yang biasa tersedia di setiap rumah
4.
Bermain, berkumpul
bersama teman
5.
Permainan kejujuran
6.
Idol grup terkenal dari
Jepang
saya ingin tersenyum kepada pengarang cerita ini ^^
BalasHapus*tersenyum*
BalasHapus:) :) :)